Dec 27, 2013

[REVIEW]: SOEKARNO


Hai! Hari ini aku mau review film Soekarno yang lagi booming di penghujung tahun ini. Sori banget ini termasuk latepost karena aku lagi sibuk males ngeblog :P

OK, siapa sih  yang nggak tau Soekarno? Pentolan bangsa Indonesia yang juga merupakan Proklamator ini membuat sejarah Indonesia menjadi semakin berwarna dan mampu mebangkitkan semangat patriotisme ketika berpidato. Film ini menceritakan kehidupan Bung Karno, dari saat beliau masih kanak-kanak, memulai belajar pidato, menjadi seorang pemimpin, dan juga kehidupan keluarga serta asmaranya.


Bung Karno, sewaktu kecil bernama Kusno. Namun karena beliau sering sakit-sakitan, maka orangtuanya *yang menganut adat Jawa* memutuskan untuk mengganti nama Kusno menjadi Soekarno. Nama yang besar, menurut ayahnya, dan memang benar adanya. 

Soekarno kecil tumbuh di lingkungan priyayi sehingga pada saat itu ia dapat bersekolah dan berkomunikasi dengan orang Belanda. Bahkan diceritakan pula ia menyukai seorang gadis Belanda namun ayahnya tak setuju karena ia harus giat belajar. Soekarno tidak menyerah, bahkan berniat untuk melamar gadis belanda itu. Sayang sekali ayah si gadis menolaknya mentah-mentah dengan alasan Soekarno adalah orang pribumi yang tidak pantas bersanding dengan kaum Belanda seperti mereka. Soekarno marah dan dari sinilah dia bertekad untuk menaikan derajat orang pribumi.

Sejak remaja, kemampuan Soekarno dalam berpidato sudah terlihat sangat baik. Ia sering mengikuti ayahnya berpidato dan berlatih sendiri ketika malam hari. Ini yang membuat Soekarno percaya diri dan mampu memikat hati orang yang mendengarkan pidatonya.

Ketika dalam masa pembuangan di Bengkulu, Bung Karno sempat mengajar di sebuah sekolah Di sinilah ia bertemu Fatimah, yang merupakan muridnya. Kala itu Bung Karno sudah beristri (Inggit), dan Fatimah merupakan teman sekelas anaknya. Keinginan Soekarno untuk menjadikan Fatimah sebagai istrinya membuat kehidupan rumah tangga dengan Inggit menjadi renggang dan tidak harmonis. Juga mengakibatkan Bung Karno uring-uringan dan tidak fokus pada kegiatannya. 

Bung Karno bersama sahabatnya yang kalem namun tegas dan cerdik, Bung Hatta, serta kawan-kawannya giat melancarkan gagasan-gagasan, ide, dan aksi untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Dari ketika Belanda masih menduduki Indonesia hingga Jepang mengambil alih kekuasaan, semangat mereka tidak padam meskipun tak sedikti juga konflik turut mewarnai proses tersebut. Meskipun Bung Karno pandai memikat hati rakyat, ada saja orang yang tidak menyukai cara Bung Karno mengatur strategi. Lamban, menurutnya. Ada yang bilang juga, beliau sebenarnya antek Jepang.

Proses demi proses dilalui, halangan dan rintangan teratasi, akhirnya sampailah pada puncaknya, ketika Jepang mengaku kalah yang menyerahkan kekuasannya kepada Indonesia. Sepenuhnya.

Bagaimana Bung Karno dan Bung Hatta menyikapi kondisi yang nano-nano seperti itu? Apakah keadaan berjalan selancar yang kita bayangkan? Lalu bagaimana dengan kisahnya dengan Inggi dan Fatma? Coba tonton aja dari awal sampai akhir ^^


---------------------------------------------

Aku nonton film ini di hari pertama, 11-12-13. Yup tanggal cantik buat film cantik ^^ Bioskop full! Dan banyak orang lanjut usia yang ikut nonton loh.
Menurutku film ini bagus (banget), karena ini salah satu cara untuk membangkitkan rasa nasionalis kita sebagai kaum penerus bangsa. Malu banget deh kalo kita masih males buat upacara, padahal dulu susah banget cari kesempatan untuk bisa menyanyikan lagu Indonesia Raya dan mengibarkan bendera merah-putih. Banyak kata mutiara yang keluar dari Bapak-Bapak kita kala itu, yang bikin kita terdiam dan berpikir. Adegan yang bikin hati bergetar dan merenung. 
Ohya. sebelum film ini dimulai, kita diminta untuk berdiri dan menyanyikan lagu Indonesia Raya loh. Secara keseluruhan, ini film recomended banget. Buat yang belum nonton, ayo nonton sih. 


Note: Klik DI SINI untuk masuk website nya :)

Dec 12, 2013

[REVIEW]: 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA


99 Cahaya di Langit Eropa. Hmmm, kalo dilihat dari judulnya, apa yang kalian bayangkan? Aku sih ngebayangin film itu sejenis Edensor. Yah cerita tentang orang Indonesia yang di luar negeri itu. Tapi, sebenernya apa sih?



Memang betul, film yang diangkat dari novel yang berjudul sama ini mengisahkan tentang pasangan muda yang tinggal di Wina, Austria. Rangga (suami) mendapat beasiswa di sini, sehingga mau tidak mau Hanum (istri) ikut mendampingi sang suami. Awalnya Hanum merasa sangat excited tinggal di kota Mozart ini. Jalan-jalan, mengumpulkan foto, dan menikmati suasana barunya. Beberapa lama dia merasa bosan karena tidak ada kegiatan lain, sehingga mulailah ia mencari sebuah tempat kursus bahasa Jerman.

Hari pertama masuk kelas, ia bertemu dengan seorang wanita Indonesia yang berkerudung, namanya Fatma Pasha. Fatma mempunyai seorang anak perempuan bernama Aisya yang sering diolok teman sekelasnya karena mengenakan kerudung dan dianggap sebagai keturunan Kara Mustafa.  Gurunya pun seringkali menyarankan agar Aisya melepas kerudungnya itu. Namun sebagai muslim, baik Aisya maupun Fatma, tidak membiarkan hal ini terjadi.


Hanum, Fatma, dan Aisya berkawan akrab. Hanum sering diajak Fatma untuk bepergian mengunjungi tempat-tempat bersejarah Islam di Wina. Hal ini membuat Hanum kembali betah tinggal di Wina dan melunturkan niatnya untuk kembali ke Indonesia. Banyak tempat yang mereka kunjungi, banyak hal menarik yang baru Hanum ketahui.

Kehidupan Rangga di kampus tidak semulus yang dibayangkan. Sebagai umat minoritas di Wina, film tersebut menceritakan, ia kesulitan mencari tempat untuk menjalankan ibadah, menyesuaikan jadwal sholat Jumat dengan ujiannya, dan mendapat makanan yang halal. Ditambah lagi terjadi konflik dengan temannya yang mempunyai rasisme cukup tinggi namun juga ingin tahu. 

Jadi, apa sajakah misteri sejarah Islam yang ada di Wina? Mengapa Fatma dan Aisya sangat ingin bertahan dengan hiijabnya padahal seringkali ditolak oleh masyarakat? Dan apakah hubungan Rangga dengan teman dan kuliahnya dapat teratasi?
---------------------

Menurutku pribadi, sebagai non-muslim yang menontonnya, film ini agak terlalu vulgar dalam ber-SARA. Jadi kalo kamu termasuk orang yang sensitif dalam hal beginian, lebih baik gausah nonton hehehe. Tapi secara keseluruhan aku bilang film ini bagus, sarat edukasi baik itu tentang sejarah maupun toleransi. Aku juga terpacu semangtnya buat kejar beasiswa ke luar negeri (amin). 

Oh iya, di bagian terakhir ada Fatin lho hahahaa, tapi ya gitu deh dia ceritanya lagi bikin video klip terus ketemu Hanum sama Fatma. Udah gitu doang :P
Buat kalian yang muslim, aku rekomendasiin film ini deh, biar wawasan kalian tentang Islam jadi lebih luas, dan jadi lebih bersyukur karena beribadah di Indonesia lebih leluasa. So, jangan malas beribadah, guys ^^


***


[REVIEW]: SOKOLA RIMBA

Sokola Rimba. Dalam Bahasa Indonesia, sokola artinya sekolah. Kalo gak salah itu adalah bahasa Jambi #CMIIW. Film ini bercerita tentang kisah Butet Manurung yang udah bertahun-tahun menjadi pengajar honorer yang berkutat dengan anak-anak pedalaman. Waktu pertama lihat ada tulisan "Based on true story: Butet Manurung, aku langsung excited, karena sebelumnya aku udah pernah baca artikel tentang Kak Butet di Majalah Bobo edisi berapa gitu aku lupa, pastinya ketika aku masih SD. Hehehe gak nyangka ya, akhirnya ada yang 'peduli' untuk mempublikasikannya lagi lewat film :)

Jadi Kak Butet bekerja di sebuah lembaga masyarakat di Jambi. Dia menjadi seorang guru untuk anak-anak pedalaman, yang sangaaaaaaaaaaat pedalaman. Jauh dari peradaban, kampung di tengah hutan rimba. Masih primitif! Tapi di situ ceritanya mereka bercakap-cakap pakai Bahasa Jambi campur Bahasa Indonesia. Ada subtitlenya kok ^^
Butet berada di hutan kurang lebih 1 minggu, kemudian kembali kota. Lalu beberapa hari kemudian ke hutan lagi. Berbekal tas ransel besar dan satu buah papan tulis sederhana ikut dalam gendongan di punggungnya.

Yang diajarkan sederhana, yaitu baca tulis dan hitung. Dia ingin agat anak-anak di rimba minimal dapat membaca supaya tidak terus menerus dibodohi oleh para penebang yang mencari keuntungan sendiri. 

Awalnya Butet mengajar anak-anak di Hulu  Sungai Makekal. Suatu ketika ia terserang malaria dalam setengah perjalanannya menuju rumah orang rimba, dan diselamatkan oleh seorang anak dari Hilir Sungai Makekal. Namanya Bungo. Sebenarnya Bungo sudah lama memperhatikan Butet mengajari anak-anak di Hulu, tapi ia merasa ragu untuk ikut bergabung.
Butet menyadari hal itu dan dia mulai melancarkan aksi pendekatan untuk dapat mengajar di Hilir Sungai Makekal. Namun keinginannya tidak mendapat respon yang baik dari tempat kerjanya, sehingga Butet nekat melakukan 'ekspedisi pengajaran'nya sendiri tanpa izin dari tempat kerja. 

Orang Rimba di Hilir antusias menerima Butet sebagai guru di sana, tapi para ibu tidak menyukainya. Mereka menganggap kedatangan Butet, pensil, dan buku adalah suatu kutukan. Apalagi setelah tetua suku mereka meninggal. Butet diusir dari Hilir. Bungo yang mempunyai semangat tinggi untuk belajar membaca tidak membiarkan hal itu terjadi. Dia kabur dari kampungnya dan terus belajar bersama Butet. Rupanya ada sesuatu yang mendorong dia untuk bisa membaca. Bungo menyimpan sebuah surat perjanjian antara penebang dengan orang rimba di Hilir. Bungo tidak mau terus-terusan diperdaya oleh orang luar.

Nah, jadi bagaimana akhirnya? Apakah Bungo bisa menaklukan surat perjanjian itu? Lalu bagaimana nasib Butet yang dianggap membawa kutukan bagi orang rimba?

--------------------------

Menurutku film ini bagus, tema edukasinya memacu ktia buat belajar. Mereka aja giat belajar masa kita yang punya fasilitas jauh lebih baik malah malas?
Hm, banyak bagian yang memainkan emosi. aku sempet ngerasa 'ngenes' dan yah terharu pas nonton ini :"
Seandainya ada banyak Butet di Indonesia, yang peduli dengan pendidikan suku pedalaman ......... 


***
Copyright © 2014 WELCOME TO MY WORLD !