May 2, 2017

Surat dari Mama (Buat Michelle)

Surat ini, waktu itu, ditulis untuk mengikuti Superb Mother Challenge 2014: Surat untuk Calon Anakku. Ga menang sih, tapi sayang kalau cuma disimpan di cloud hehehe.


Dear my Son, errrrr my Daughter, errrr...entahlah~

Hai, errr Anakku. Percayakah kau bahwa ketika Mama menulis surat ini, Mama masih berusia...yah, belum 20 tahun. Jadi jangan heran kalau Mama agak sedikit canggung untuk memanggilmu, Nak. Mama juga belum tahu apakah kau jagoan Mama yang tampan atau princess Mama yang lembut hatinya. Tak masalah, karena Mama akan selalu bangga kepada kalian.

Nak, kau tahu, ketika Mama masih kanak-kanak, Mama masih bisa melihat pepohonan dan bunga-bunga bertebar di mana-mana. Rumah Mama dulu pun masih asri dan sejuk. Tidak seperti sekarang, ataupun di masa ketika kau membaca surat Mama ini. Mama takut bumi ini menjadi tandus. Kau pernah melihat penyihir jahat yang botak, kan? Mengerikan? Tentu. Begitulah bumi kita jika nanti tidak ada satu pun tanaman hijau yang tersisa. Kau tentu tidak mau merasakan panas dan Mama sangat tidak mau melihat anak kesayangan Mama sakit karena terpapar polusi. Setelah membaca surat ini, kau mau menemani Mama dan Papa untuk merawat kembali halaman rumah ktia, kan? Ya, paling tidak kita memulai dari hal yang kecil dulu.

Mama juga khawatir dengan pergaulanmu, Nak. Apalagi ketika kau mulai remaja dan beranjak dewasa. Meskipun Mama percaya padamu, tapi Mama minta supaya kau berhati-hati dalam berteman, jangan salah langkah dan terlena. Bukannya Mama menakuti-nakuti, tapi Mama beritahu bahwa dunia itu seperti panggung sandiwara, tidak hitam dan tidak putih, tetapi abu-abu.

My Son....errr My Daughter, mungkin Mama akan sering marah-marah kepadamu, menjadi Mama yang bawel. Tapi Mama seperti itu karena Mama menjagamu. Mama tidak ingin kau menjadi manusia yang ceroboh, manja, dan lemah. Mama ingin anak Mama menjadi manusia yang cerdik, pekerja keras, namun juga berhati lembut.

Sepertinya sudah terlalu panjang surat Mama untukmu, Nak. Semoga kau mengerti dan tidak bosan membaca celotehan Mama. Semoga kau mengerti harapan yang Mama tumpukan kepadamu, meskipun saat Mama melambungkan harapan-harapan ini, Mama masih belum terbayang akan sosokmu, Anakku. Tetaplah berdoa dan berharap kepada Tuhan. 

Salam peluk, 

(Calon) Mamamu


Gimana coba? Hahahaa i think it is absurd af. Lagi mikir apa sih, ndrah, bisa-bisanya nulis begitu ya. Ya udahlah yaaa, namanya juga anak-anak :D 

Feb 20, 2017

TEMAN RASA RASA



Teman.
Sahabat.
Berbicara tentang teman atau sahabat, entah kenapa selama ini aku jarang banget menggunakan kata 'sahabat' untuk menyebut teman-temanku, meskipun orang itu adalah orang yang deket banget. Aku lebih suka menganggap mereka sebagai 'teman' atau 'teman dekat' aja, karena aku takut, ketika aku menyematkan kata sahabat untuk mereka, mereka bukan sahabatku atau mereka ga menganggapku sebagai sahabat juga. Jadi, kata 'teman' adalah sesuatu yang aman untuk digunakan, hehe #IMHO.

Dan kali ini aku mau menceritakan tentang makhluk yang entah aku anggap sebagai apa.

Aku ketemu orang, yang saat itu dia lebih terlihat seperti mahasiswa yang terdampar di angkatan atasnya. Duduk di kursi paling ujung dan wajahnya asing banget, aku dan 3 orang teman dekatku mencoba buat menyapa dan duduk di sebelahnya. Sebenernya aku enggan buat gabung sama dia, jadi aku pilih tempat duduk yang ga bersebelahan langsung sama dia, dan hal itu ga bikin aku punya tanggungjawab buat ajakin dia ngobrol, hehe. Lagipula sebenernya aku bukan termasuk tipe cewek yang bisa langsung mengakrabkan diri sama cowok yang baru kukenal, apalagi pertama kali kuliat dia adalah orang yang cukup aneh dari penampilannya.

Namanya Aryok. Ini panggilan aku aja sih, dan kalo lagi nulisin namanya di makalah atau absensi, dia sering ingetin aku: Inget ya nulisnya A-R-I-Y-O. Bukan Aryok. Noted, Mas Ar!

Gatau gimana awalnya dan berawal dari bahas apa, kami jadi sering ngobrol. Minta nomor dan PIN BBM pun atas nama demi-kelancaran-tugas-kelompok. Ngobrolin tugas udah abis terus jadi ngobrolin macem-macem. Mulai dari kehidupan orang-orang, gosipin anak kampus, dan keluarga. Dari situ aku tau, kehidupan keluarga dia kayak gimana. Tapi aku masih belum terlalu terbuka untuk menceritakan hal-hal yang aku anggap masih ga penting buat diceritain.Lagian dia ga tanya juga hahahaha.

Udah merasa nyaman aja sih, kemana-mana jadi sering bareng. Inget banget pertama main berdua tuh pas jam istirahat kerja, ke fX cuma buat nonton aja sih rencananya. tapi karena sama-sama suka ngelambe akhirnya balik jam 5. Itu pun masih ada cerita yang berasa belum diceritain. Ya udah, abis itu jadi sering hangout, after office hour, atau sesempetnya (disempet-sempetin). Banyak yang ngira kalo di antara kami tuh ada hubungan spesial. HAHAHAHAHAHA, kalo bahas itu di telpon, sering banget ketawa ngakak. "Emang sampe segitunya ya kita?" "Ga tau, heran deh."

DIa beda 5 tahun dari aku, tapi sikapnya kekanakan banget. Aku lebih sering merasa sebagai big sister dia daripada temen dia. Tapi ternyataaaa, karena sering pergi bareng, sering telfonan, dia ga sekanak-kanak yang aku pikir selama ini.  Ada banyak momen di mana aku yang jadi kayak anak kecil yang lagi jalan sama abangnya. Atau diceramahin banyak dan belajar banyak hal dari dia. Hmm, apa ya. Kami juga sering banget punya deep conversation gitu, kayak yang berbobot gitu bahasannya. Bahas ini itu, bisa dibilang kalo sama dia lama-lama aku jadi pinter hahahaha. Dia juga enak banget dijadiin tempat buat ngeluh, buat ngadu cerita ini itu. Kalo ada masalah, aku larinya ke dia :( Makasih ya.

The best moment I've ever had bareng dia adalah ketika kami pergi main ke Singapur waktu Lunar New Year tahun 2016. Seminggu sebelumnya, aku hampir batal ikut karena ada samting dan pas ada kelas semester pendek. Tapi kampretnya, dia ngeluarin jurus rayuannya supaya aku tetep jadi ikut, daaaaaaaan yaudah emang dasar omongannya beracun ya hahaha. We spent 4 days buat ketawa ketiwi, lari-lari, teriak-teriak main wahana, diem ngeliatin lampu-lampu, dan banyak banget hal yang bikin aku merasa ga mau banget kalo tiba-tiba harus ditinggal dia. Entah pergi karena alasan yang jelas ataupun alasan yang ga jelas. You got a friend in me, key?

Tapi apa ya, ga tau kenapa aku kadang merasa ga kenal sama sosok dia, yang benar-benar dia. The real him. Feeling aku sih bilang gitu, di mana ada banyak hal yang disembunyikan dan ada beberapa hal yang sebenernya ga demikian. Perasaan yang kayak gitu sempet bikin aku mencoba untuk pelan-pelan menjauh, ga mau terlalu dekat lagi dengan dia. Ga mau berurusan lagi dan sebatas tau aja tentang dia Padahal dulu pernah bilang: "Kamu jangan pergi-pergi, ya. I beg you."

Ketika aku memutuskan untuk bersikap kayak gitu, hubungan kami menjauh. Sebenernya itu bukan alasan utama sih, tapi karena sifat dia yang aneh, yang suka datang dan pergi juga. Jadi sempet terbesit di pikiran aku, sebelum dia pergi ninggalin aku lagi, mending aku duluan yang pergi. Jahat ya? Emang. Tapi impas lah. Hahaha
Jadi ya gitu, selama beberapa kali aku sama dia menjauh-mendekat-mejauh. Awalnya sedih, merasa kehilangan banget. Tau kan gimana rasanya kehilangan orang yang terbiasa ada di dekat kamu dan orang itu adalah yang sering jadi yang pertama kecarian? Tapi lama-lama aku jadi terbiasa dengan keadaan yang seperti itu dan ketika dia pergi, aku ga akan cari dia lagi karena tau dia akan kembali, cepat atau lambat.

Hmm, kita masing-masing sadar, kalau kita udah ga sedekat dulu, ibarat kayak perangko yang hampir lepas karena nasinya udah kering hahahaha. Tapi itu ga bikin aku sama sekali menghilang. Kalau dia butuh aku, aku usahakan ada buat dia, but not on my top priority. Kalau aku butuh dia, aku bakal hubungi dia, but not the first option. Dan aku rasa hubungan yang kayak gini tuh jauh lebih baik dan lebih sehat. Sama-sama ga merasa terikat. You walk on your track, begitu juga aku. Cuma apa yaaaaa, aku merasa dia masih baik banget ke aku dan dia masih suka ingat (dan mengingatkan) setiap detil moment that we've shared. 


Jadi sedih.



TAMAT.

Copyright © 2014 WELCOME TO MY WORLD !