Jun 3, 2013

Sepucuk Surat ke Surga



Dear Agung, my Bro,


Oi! Apa kabar? Udah lamaa banget aku gak bertemu (dihitung sejak terkahir aku melihat dirimu masih lincah) . Ya, saat itu, ketika aku pulang ke rumah, aku masih menjumpai sosokmu yang sama seperti dulu. Tinggi, kurus, namun terlihat kuat dengan balutan kulit hitammu korban sengatan matahari.
Kau masih menyebalkan, membuat aku tidak betah berada di rumah, bahkan kau sempat menyuruhku agar tidak usah pulang lagi. Sok kali, huh.

Namun ketika aku sudah berada di sini, aku tau kau merindukan aku. Benar, kan?
Sampai-sampai pada pertengahan April, tanggal 16, kau memaksaku untuk segera pulang. Maaf, aku tidak bisa langsung pulang saat itu juga karena hari sudah malam dan aku tidak mendapat tiket kereta untuk malam itu. Jadi aku pulang esok paginya.
Tapi kau tetap menyebalkan. Bahkan ketika aku pulang, kau malah terus tertidur. Tak ada niat untuk bangun untuk menyapaku. Kau tetap berbaring dengan damai di peti mati itu dan membiarkan kami tenggelam dalam kesedihan yang amat dalam.
Huf. Tak berubah ya.

Sekarang, aku merindukan dirimu. BBMku sepi, tidak ada lagi yang mengirimiku voice note aneh yang biasanya rekaman entah apa darimu. Kotak chat Facebook dan Skype seperti kehilangan satu piece bagiannya.
Huf. Menyebalkan.

Seharusnya hari ini Mama mengantarmu ke sekolah untuk melihatmu wisuda. Ya, seharusnya kau memakai jas abu-abu itu untuk wisuda hari ini. Tapi kenapa kau tak sabar? Kau terlalu cepat memakainya. Apakah undangan Tuhan sampai lebih cepat daripada undangan wisuda? Kupikir begitu.
Sedihnya.

Aku iri melihat teman-temanmu berfoto dengan cerianya, dengan bangganya, dengan gembiranya. Memakai pakaian necis dengan dandanan klimis. Aku ingin melihatmu seperti itu. Lalu aku ingin melihatmu mengenakan seragam SMA-mu.

Sayang sekali, semua itu tersimpan rapi dalam susunan rencana. Bahkan kau tak sempat mencontreng 'Ikut UN' pada To-do-list mu.
Huf. Rencana Tuhan indah.

Aku, kelaurgamu, dan teman-temanmu merindukanmu.



Salam,

<3 span="">


(03-06-13)

May 10, 2013

ONE DAY FUN DAY!

Hey Bloggies!
Hari ini aku mau cerita tentang hari ini, tentang #IniDufan Kami :D
Kalian tau Dufan? Iye, Dunia Fantasi ntu yang banyak mainannye :p
Oke skip, ga penting banget hahaha

Jadi tuh hari ini aku berempat sama teman aku sepakat ambil cuti di harpitnas ini. Sebenarnya ini buat mengganti libur hari Sabtu yang terpakai karena ada tugas dari kantor. Nah akhirnya kita ambil hari Jumat karena pas weekdays, tiket masuk Dufan cuma 125K + diskon 20% kalo bayar pake debit Mandiri/BRI. Asik bett! :3 Promo itu berlangsung sampai akhir Mei 2013 doang cuy.
Kita berlima berangkat dari rumah sekitar jam sembilan pagi, sampai di sana jam sepuluhan (CMIIW), naik Trans Jakarta dan transit dua kali.

Udah sampai sana, bayar 15K buat masuk Ancolnya. Terus bayar tiket Dufannya 125K per orang. Kalo ditotal 140K/orang. Ga mahal-mahal amat kan.
Masuk Dufan udah kaya orang autis aja ye kan, euforia masih terasa banget hahahaha :D Kita muter dulu cari wahana yang oke, pertama kita lewat Kampung Amerika dulu. Pertama nemu deh Tornado, tapi sayangnya belum dibuka tuh, masih lagi dibersihin :p


Akhirnya ke Hysteria dulu deh. Antrian ga begitu panjang, cuma nunggu 6-8 menit gitu deh. Deg-deg an banget pas udah duduk di tempatnya, dan dipasang deh pengamannya. Buset dah aku takut banget ini ga aman, soalnya cuma diceklekin doang gitu. Mampus deh mampus! Pikir gue saat itu.  Tiba-tiba ada suara angin disedot gitu cuy. Tiba-tiba lagi aku merasa ditarik ke atas sama makhluk aneh, terus dijatuhin lagi tanpa ampun. Kalo diibaratin tuh kayak kartun, yang nyawa sama badannya lepas. Aaaaa! Di sana aku cuma bisa teriak dan maki-maki, buruan selesai woy! Udah mau mati nih rasanya jantung copot. Hffff. #MemorableMoment banget. Untung cuma 3 menitan doang.



 Terus selanjutnya main Alap-Alap. --karena Tornado masih belum dibuka-- . Alap-alap sih sebenernya mirip roller coaster, tapi versi mininya. Bentuknya uler warna ijo. Imut kan. Iye! Tapi bikin teriak juga dah hmmm. Seru banget, tapi cuma 3x putaran doang.

Abis itu baru kita balik main tornado cuy. Awalnya biasa aja, masih positif thinking dan nenangin diri sendiri. Tapi pengamannya, lagi-lagi bikin aku deg-degan! Berasa siap mati aja hahahahah. Sendal sama kacamata udah gue copot, dan sambil nunggu penuh gue cuma bisa berdoa semoga gue dikasih kekuatan buat menghadapi cobaan ini. Tsah! Apa banget woy! Hahahaha :D
Nah, this is it! Udah mulai diombang-ombingkan dan diangkat naik. Mendadak aja aku berasa jungkir balik di ketinggian. Aduh mampus! Badan gue ikut dioblok-oblok di kursi. Bener-bener diputer-puter! Ngeri deh apalagi ada saat ketika stuck di atas dan posisi badan kita menghadap bawah >< Langsung ingat Tuhan aja lah, mati ya mati aja sekalian lah, jangan sampek cacat pula. Hahaha #NeverEndingFun !! XD 

Sebelum mencoba wahana lain, kita tenangin dulu tuh perut. Laper! Makan deh. Sambil ngasoooo.
Udah makan, jalan-jalan cari yang lain, berhenti dulu di depan kicir-kicir. Naik ga ya? Naik ga ya? Aduh, aku masih terbayang Tornado tadi, beuh rasanya ga sanggup deh, apalagi pas udah liat gimana kerja Kicir-kicir itu. Nyerah sebelum bertanding. Hfffff. Namanya juga #MemorableMoment ya kan~
Kita pilih nonton Treasure Land dulu deh buat relaksasi hehehehe. Biar stabil dulu jantungnya :P Bagus, keren efeknya. Kalian harus nonton! XD


Habis itu, naik Kora-kora. Enak sih, ga terlalu ekstrim banget wahananya, tapi cukup bikin tenggorokan serak juga hehehe. Terus lanjut naik bianglala dulu soalnya ada yang mau sholat dulu gitu.

Teruuuuuuuuuus, lanjut main Niagara, sama Rumah Miring, Rumah Kaca. Ga lupa kita beli Hop-hop! (y) :D Abis itu main Star War, terus Arung Jeram, terus pesawat-pesawatan, terus nonton Happy Feet 4D. Udah sore, mau tutup nih, terakhir naik Komidi Putar hehehehehe. Seru banget seharian.

Pas mau pulang, jam 7 malem, kita nonton pertunjukan gitu tapi dari air mancur. Pertunjukannya berjudul Timi Emi (Disadur dari Timun Mas kali ye) :D

Huaaaah, hari ini seru petualangan di #IniDufanKami. #NeverEndingFun deh! Capek sih, tapi ga sia-sia! :)
Yooo guys, do more fun in DUFAN !!

Apr 9, 2013

[DONGENG] NENEK HERBAL



NENEK HERBAL

Ada sebuah desa yang terpencil, di pinggir hutan pinus. Desa itu letaknya sangat jauh dari kota. Sebagian besar penduduk desa itu bekerja sebagai petani, sehingga sawah terhampar seperti permadani berwarna hijau kekuningan. Indah dan sejuk sekali. Robin tinggal bersama ayahnya yang mempunyai sawah yang cukup luas. Ia rajin membantu ayahnya, apalagi jika musim panen telah tiba.
Suatu ketika, desa itu dilanda musim kemarau yang lama. Amat sangat lama. Padi-padi yang siap dipanen menjadi kering dan mati. Sawah-sawah yang tadinya berwarna kekuningan kini berubah menjadi cokelat dan retak-retak. Penduduk mengeluh karena air pun sulit didapat. Banyak yang terkena penyakit kulit karena sudah berhari-hari mereka tidak mandi atau sekedar membersihkan tangan dan kaki mereka.
Tangan mungil Robin mencoba membantu ayahnya yang sedang memompa air sekuat tenaga. Namun sayang, tidak ada setetes airpun yang didapat.
"Ini bahaya, sudah tidak ada air yang tersisa kali ini, Robin," ujar ayah Robin kepadanya.
"Lalu apa yang harus kita lakukan, Ayah? Apakah kita harus ke kota untuk mendapat bantuan air?"
"Terlalu jauh, Robin. Satu minggu berjalan kaki ke sana pun tidak akan sampai," jawab ayah Robin.
Robin dan ayahnya duduk termangu sambil mencoba mencari jalan keluar.
"Ah, bagaimana jika Ayah pergi ke pondok yang ada di tengah hutan. Siapa tau nenek penghuni pondok itu bisa membantu," usul Robin.
Ayahnya mengernyitkan dahi. "Nenek Herbal maksudmu, Nak? Dia seorang penyihir jahat. Kita tidak mungkin ke sana meminta bantuan."
"Benarkah? Aku tidak percaya dengan adanya penyihir jahat!" bantah Robin.
Ayahnya hanya mengangkat bahu. "Sudah petang, Nak. Ayo kita kembali ke rumah saja," ajak ayah Robin.
Memang benar, di tengah hutan pinus terdapat sebuah pondik yang konon dihuni oleh seorang penyihir jahat. Cerita itu sudah lama beredar di desa sehingga tidak ada satu orang pun yang berani mencari kayu sampai ke tengah hutan. Ih, mengerikan sekali!

Keesokan harinya, ketika matahari baru menampakan separuh wujudnya, Robin sudah berlari-lari kecil menuju hutan pinus. Hei, apa yang akan dia lakukan? Rupanya Robin sudah tidak tahan lagi dengan apa yang kekeringan di desanya. Badannya pun sudah gatal sekali karena sudah lama tidak mandi. Ia kesal dengan orang-orang di desanya yang mudah termakan cerita yang belum pasti benar, termasuk ayahnya.
Sesampainya di tengah hutan, Robin melihat ada sebuah bangunan kecil. Ya, sebuah pondok. Ia mulai teringat akan cerita orang-orang di desanya dan itu membuatnya menjadi sedikit merinding. “Ah, itu hanya mitos!” ujarnya dalam hati, berusaha menenangkan diri. Robin mengendap-endap di balik semak dan pepohonan, memperhatikan keadaan sekeliling. Ternyata pondok itu cukup indah. Berwarna kuning dengan kain penutup jendela berwarna merah jambu, senada dengan kusen yang berwarna merah marun.  Ada taman kecil yang penuh dengan bunga mawar yang masih menguncup. Di sisi lain pondok ada pula tanaman-tanaman hijau yang cukup rindang. Anehnya, musim kemarau sepertinya tidak mampir ke tengah hutan ini.
Robin terlalu sibuk mengagumi pondok itu sehingga ia tidak sadar jika Nenek Herbal, penunggu pondok itu,  berdiri di sampingnya. Nenek Herbal menepuk pundak Robin lembut, “Ayo makan kue bersama Nenek, Nak.”
Robin sangat kaget, mukanya pucat pasi.  “Eh, emmm, anu ... saya ... maaf ...” ujarnya terbata-bata.
Nenek Herbal terkekeh, “Tak usah takut, Nak.”
Robin tersenyum mendengar perkataan Nenek Herbal dan mengikutinya masuk ke dalam pondok. Di sana ia disuguhi berbagai macam kue dan secangkir teh panas yang harum. Hmmm, Nenek Herbal baik hati sekali. Robin juga baru tahu jika Nenek herbal sangat ahli dalam membuat ramuan untuk obat.
“Siapa nama kamu, Nak? Tumben sekali ada orang yang mau berkunjung ke sini,” tanya Nenek Herbal.
“Robin, Nek. Sebenarnya Robin ingin minta tolong,” ujar Robin sambil menyeruput teh panasnya itu. Kemudian Robin menceritakan maksud kedatangannya dan tentang orang-orang di desanya yang mengira bahwa Nenek Herbal adalah penyihir jahat.
Nenek Herbal tersenyum. Ia berkata, “Oh jadi begitu rupanya. Baiklah, nanti aku akan buatkan ramuan agar mata air tidak kering, paling tidak sampai turun hujan lagi. Satu lagi, akan kubuatkan juga ramuan obat penyembuh penyakit kulit.”
“Terima kasih banyak, Nenek Herbal! Nenek baik sekali. Seharusnya ayah juga percaya dengan perkataanku tentang Nenek,” kata Robin girang. Setelah ia puas berkunjung ke rumah Nenek Herbal, ia pamit pulang. Sepanjang perjalanan Robin bersenandung riang.
Tiba di desa, ia memberitahu ayahnya tentang kabar baik ini. Ayah Robin langsung mengajak penduduk untuk berkumpul dan mengajak beberapa orang untuk mengunjungi Nenek Herbal.
Sejak saat itu Nenek Herbal tidak ditakuti oleh penduduk dan desa mulai menghijau lagi seperti sebelum musim kemarau datang.




Apr 1, 2013

[FICTION] LOGISKAH?

"Apaan sih lo, Son! Stop nge-bully gue dong plis kali ini aja!" Aku terpaksa membentak Sony yang tidak ada habisnya menggodaku. Memang benar jika kesabaran ada batasnya, pikirku. Aku menghentikan langkahku kesal dan Sony pun mengikutinya. Aku menatap tajam ke arahnya ketika kudengar suara tawa cekikikan yang sangat menyebalkan itu.
"Sori, Ren. Muka lo lucu abis kalo lagi nahan marah kayak tadi. Jadi gue ketagihan. Hahahaha," katanya di sela-sela tawa.
"Ga lucu tau! Udah sana lo di kelas aja. Gue ke kantin sendiri aja bisa kok. Bete gue sama lo!" sentakku, lalu berlari ke kantin, tak peduli dengan Sony yang terus memanggil namaku.
Hari ini mungkin hari sial, pikirku. Aku mengingat-ingat kejadian tadi pagi, ketika aku terlambat masuk kelas Fisika. Kurasa baru lima menit terlambat, tapi sialnya aku lupa jika hari ini ada kuis. Terpaksa aku merelakan simbol '-' menghiasi kolom nilaiku dan harus mengikuti kuis susulan di kelas lain. Belum selesai, itu baru awal!
Kupikir semuanya akan baik-baik saja sampai aku baru menyadari bahwa buku tugas Kewarganegaraanku tertinggal di rumah! Oh Tuhan, apa lagi? Cercaan dari guru killer sudah aku terima pagi ini. Dari teman-teman? Oh, terlebih dari Sony yang tak iba untuk meledekku. Aku benci hari ini!
"Aaaaaa! Sony! Ini gimanaaaaaa!" Cairan dingin menggugahku dari lamunan. Kalian tahu? Sony, kekasihku yang sialan itu, berulah lagi. Es jeruk yang baru kuseruput sedikit, entah sengaja atau tidak, tersenggol olehnya dan mengguyur seragamku. Oh tidak! Aku ingin menciut dan menghilang dari muka bumi ini. Sekarang juga!

* * *

Sony menggenggam tanganku erat. Aku merapatkan tubuhku ke tubuhnya yang harum.
"Jadi, kapan lo pergi?" tanyaku perlahan.
"Besok," jawabnya singkat. Ada sebuah tekanan berat di sana.
"Secepat itu lo ninggalin gue," gumamku lirih.
Sony melepaskan genggamannya yang selalu mampu membuatku merasa sangat nyaman. Dia mendorong kepalaku. Menjauhkan perlahan dari bahunya yang kekar.
"Sori, gue ga bisa kayak gini terus. Gue  sadar kalo gue salah besar. Seharusnya kita ga sampai kayak gini, ini sudah terlalu jauh, Ren. Kepindahan gue besok mungkin bisa jadi jalan keluar yang baik buat kita," ujarnya getir, "gue pulang sekarang, ya."
Sony bangkit dari duduknya, merogoh saku jinsnya. Mengambil kunci motor.
"Jadi selama ini lo anggap gue apa? Kenapa lo selalu menyangkal? Apakah cinta terlalu memilih? Apakah gue ngga berhak merasakan cinta itu? Gue rasa itu ngga adil!" teriakku menahan emosi.
"Cukup, Renaldi! Seharusnya lo lebih bisa berpikir logis! Terkadang cinta ngga cuma pakai perasaan doang, tapi otak, pikiran yang logis bisa ikut membantu supaya hati tidak terlalu bebas berkelana!"
Aku terdiam, memendam setiap emosi yang sudah ribut ingin keluar. Aku dan Sony saling menatap, entah kapan aku bisa melihat tatapan itu lagi.

*

Copyright © 2014 WELCOME TO MY WORLD !