[FICTION] LOGISKAH?
"Apaan
sih lo, Son! Stop nge-bully gue dong plis kali ini aja!" Aku terpaksa
membentak Sony yang tidak ada habisnya menggodaku. Memang benar jika kesabaran
ada batasnya, pikirku. Aku menghentikan langkahku kesal dan Sony pun
mengikutinya. Aku menatap tajam ke arahnya ketika kudengar suara tawa cekikikan
yang sangat menyebalkan itu.
"Sori,
Ren. Muka lo lucu abis kalo lagi nahan marah kayak tadi. Jadi gue ketagihan.
Hahahaha," katanya di sela-sela tawa.
"Ga
lucu tau! Udah sana lo di kelas aja. Gue ke kantin sendiri aja bisa kok. Bete
gue sama lo!" sentakku, lalu berlari ke kantin, tak peduli dengan Sony
yang terus memanggil namaku.
Hari
ini mungkin hari sial, pikirku. Aku mengingat-ingat kejadian tadi pagi, ketika
aku terlambat masuk kelas Fisika. Kurasa baru lima menit terlambat, tapi
sialnya aku lupa jika hari ini ada kuis. Terpaksa aku merelakan simbol '-'
menghiasi kolom nilaiku dan harus mengikuti kuis susulan di kelas lain. Belum
selesai, itu baru awal!
Kupikir
semuanya akan baik-baik saja sampai aku baru menyadari bahwa buku tugas
Kewarganegaraanku tertinggal di rumah! Oh Tuhan, apa lagi? Cercaan dari guru
killer sudah aku terima pagi ini. Dari teman-teman? Oh, terlebih dari Sony yang
tak iba untuk meledekku. Aku benci hari ini!
"Aaaaaa!
Sony! Ini gimanaaaaaa!" Cairan dingin menggugahku dari lamunan. Kalian
tahu? Sony, kekasihku yang sialan itu, berulah lagi. Es jeruk yang baru
kuseruput sedikit, entah sengaja atau tidak, tersenggol olehnya dan mengguyur
seragamku. Oh tidak! Aku ingin menciut dan menghilang dari muka bumi ini.
Sekarang juga!
* * *
Sony
menggenggam tanganku erat. Aku merapatkan tubuhku ke tubuhnya yang harum.
"Jadi,
kapan lo pergi?" tanyaku perlahan.
"Besok,"
jawabnya singkat. Ada sebuah tekanan berat di sana.
"Secepat
itu lo ninggalin gue," gumamku lirih.
Sony
melepaskan genggamannya yang selalu mampu membuatku merasa sangat nyaman. Dia
mendorong kepalaku. Menjauhkan perlahan dari bahunya yang kekar.
"Sori,
gue ga bisa kayak gini terus. Gue sadar
kalo gue salah besar. Seharusnya kita ga sampai kayak gini, ini sudah terlalu
jauh, Ren. Kepindahan gue besok mungkin bisa jadi jalan keluar yang baik buat
kita," ujarnya getir, "gue pulang sekarang, ya."
Sony
bangkit dari duduknya, merogoh saku jinsnya. Mengambil kunci motor.
"Jadi
selama ini lo anggap gue apa? Kenapa lo selalu menyangkal? Apakah cinta terlalu
memilih? Apakah gue ngga berhak merasakan cinta itu? Gue rasa itu ngga
adil!" teriakku menahan emosi.
"Cukup,
Renaldi! Seharusnya lo lebih bisa berpikir logis! Terkadang cinta ngga cuma
pakai perasaan doang, tapi otak, pikiran yang logis bisa ikut membantu supaya
hati tidak terlalu bebas berkelana!"
Aku
terdiam, memendam setiap emosi yang sudah ribut ingin keluar. Aku dan Sony
saling menatap, entah kapan aku bisa melihat tatapan itu lagi.
*
kamu berbakat ya dear =)
ReplyDeleteke blog fashionku yah!
ada giveaway untuk dapat topi gratis =D
xx
www.melodyofmywords.blogspot.com