Mar 1, 2013

FIRST IMPRESSION

Hello again Bloggies ;;)
**Bloggies (bukan Blogger) merupakan sebutan khusus dari aku buat kalian, pembaca blog aku**

Udah beberapa kali aku posting cerita fiksi, karena aku lagi mood buat bikin cerita dan memang lagi nggak ada hal yang lagi pengin aku share di sini :p
Nah kali ini aku mau cerita nih tentang pengalaman pertamaku nonton teater JKT48 \:D/

Jadi, sebelumnya aku udah apply email buat book  tiket, tapi sayangnya ga menang undian :(
Terus pas kemaren iseng2 apply dan lagi pengin nonton juga, akhirnya menang juga LALALALALAL ~~
Aku print out itu email dari JKT48 Official, terus harus ditukerin pas hari H sebelum jam 6 sore.
Pulang kantor aku langsung ke fX bareng Kak Rama. Dia fans beratnya JKT48 dan seperti guide-ku yang memang baru pertama kali nonton teater. Okesip. Sepanjang perjalanan dia cerita banyak tentang member-membernya, cara nanti kalo mau nukerin tiket, dll. Aku sedikit syok, melihat dia yang biasanya di kantor diam nggak terlalu banyak ngomongin girlgroup itu, eh ternyata tahu banyak dan nggak abis-abis kalo cerita tentang hal itu.


Udah sampe di fX, aku diajak ke lantai 4 karena teater JKT48 memang di situ. Kupikir biasa aja ya kan, eh ternyata rame anjiiiiir. Mana kebanyakan cowok lagi hahahaha gila nggak salah nih aku di sini. Aku jadi deg-degan nih hm.
Oke aku ke loket buat nukerin print out dengan tiket. Bayar 50K + nunjukin KTP . Abis itu dicap. Terus dapet deh tiketnya itu. Tiketku warna ijo, bingo 7. Bingo itu nomor.
Udah kan, aku balik lagi ke tempat dimana Kak Rama dan teman-temannya ngobrol. Aku dikenalin ke mereka dan nggak lama kemudian Kak Rama pamit pulang. Aku dititipin ke temen Kak Rama itu zzzzz. Untungnya mereka baik dan mau ngajak aku ngobrol duluan. Jadi enak tanya-tanya yang aku nggak ngerti. Bahkan nggak jarang juga mereka ngasih info walaupun aku nggak nanya.
Aku nunggu +- 1,5 jam, soalnya teater mulai jam 7 malam dan aku udah datang dari jam 5 lebih gitu.

Hampir jam tujuh dan ternyata pemegang tiket ijo bisa masuk duluan. Weits, tunggu dulu. Cuma boleh masuk antrian maksudnya hehehe. Jadi gini, kan ada tiket biru dan tiket ijo. Nah di masing-masing warna tiket itu ada bingo 1-10.
Oleh temen Kak Rama, aku disuruh baris di bingo nomor 7 soalnya tiketku bingo nomor 7.
Abis itu, sama petugasnya, diundi lagi nomor berapa yang berhak masuk pertama, kedua, dan selanjutnya. Kayak arisan gitu. Bingo tujuh dapat urutan ke4 setelah nomor 8,9,10. Lumayan deh, jadi bisa milih tempat duduk.

Aku masuk, kasihin tiket, sensor cap dan melewati semacam lorong, di temboknya terpasang foto-foto para member. Team J dan Trainee.
Sebelum masuk ruangan, tas dicek.
Terus aku duduk di bangku warna hijau, sesuai sama warna tiket. Kebetulan aku dapet di tengah. Padahal aku penginnya di depan :o tapi gapapa deh heheheh.

Ya gitu deh, aku nonton mereka nyanyi. Wuih gila penonton yang laki-laki histeris banget, teriakin chant dan mengayunkan glowstick mereka . HOI HOI HOI !!
Nama member diteriakin. Rame deh pokoknya.
Gileeeee ~
Selain nyanyi, ada juga talk sesssion dan perkenalan. Jadi mereka tuh kayak cerita gitu ke penonton. Kemarin sih mereka cerita tentang hal yang bisa bikin mereka nangis, sifat member yang aneh, hal yang bikin ketagihan, terus apa lagi ya lupa.
Oh ya, karena aku nonton Aturan Anti Cinta, jadi setlistnya ya lagu-lagu itu. Aku cuma tau satu lagu doang, yaitu Hikoukugimo. Itupun belum hafal bangeeeeeeet. Kupikir setlistnya itu sejenis Heavy Rotation, Baby! Baby! Baby!, Aitakatta, dll. Tapi ternyata udah ganti :(
Hm. Yaudah deh.

Pertunjukan udah abis dan pas mau keluar, ada juga skinship, yaitu toss sama member yang tampil di teater tadi wawawawawawa !!
Mereka ramah-ramah kok :D
Oh ya, di panggung mereka terlihat keren dan lebih dewasa. Tapi ternyata pas dikihat dari dekat, aku kayak lagi toss sama anak-anak. Nggak kayak ketemu artis lho sungguh :O
Beda banget!

* * *

Nah, itu first impression aku pas nonton teater JKT48 secara live.
Awalnya, aku cuma interest sama Nabilah, secara dia yang lebih sering diomongin di sosmed sama orang-orang.
Eh sekarang aku malah lebih suka sama Rena-chan dan Haruka. Mereka memang asli Jepang, transferan dari AKB48.
Tau nggak sih, suara mereka tuh imut banget. Kayak  yang di anime Jepang asli gitu.
Uh, pengin nonton lagi. Semoga lebih sering deh menang undian tiket :))

[FICTION] KUE BRONIS




Oca mengayuh sepedanya menyusuri jalanan menuju ke sekolah. Tas gendongnya ia taruh di keranjang sepeda. Di boncengan belakang, Oci,  saudara kembarnya, duduk sambil memegangi  kotak berisi kue bronis.Masih jam enam lewat sepuluh menit, jadi jalan masih sepi.
"Oca, udah capek belum? Mau gantian?" kata Oci.
"Ah, belum kok. Baru aja beberapa meter dari rumah," jawab OCa santai.
Oci mengernyitkan dahi. "Beberapa meter? Padahal ini kan sudah setengah perjalanan. Oca mengada-ada saja," gumamnya dalam hati. Biasanya kalau sudah begitu, Oci mendapat giliran memboncengkan kembarannya itu saat pulang sekolah.
Oca dan Oci. Kembar tapi beda. Oca tingkahnya lebih mirip anak laki-laki, fisiknya lebih kuat. Sedangkan Oci, lebih kalem dan lembut. Makanya Oca lebih suka membocengkan Oci dan tidak memaksanya untuk bergantian.
Sesampainya di sekolah, Oca memarkirkan sepedanya di tempat biasa, di bawah pohon besar  di pinggir arena parkir sekolah. Agar tidak kepanasan, alasannya. Hanya ada tiga sepeda, termasuk sepeda mereka, yang terparkir di sana.
"Kita kepagian, ya Ci? Sepi banget nih," ujar Oca sambil mengunci sepeda tuanya itu.
"Kita emang selalu datang kepagian tau, Ca. Ah kamu itu pura-pura aja," jawab Oci disambut gelak tawa mereka berdua. Oca dan Oci bergegas menuju ke kantin sekolah. Di sana ibu kantin sudah menunggu kedatangan mereka.
"Halo, kembar. Hari ini kalian membawa kue bronis apa lagi, nih?" sapa ibu kantin.
"Banyak, Bu. Ada bronis tabur keju, meises, kacang. Dan yang baru, ada bronis selai stroberi nih, Bu," jawab Oca. Oci meletakan kotak plastik berisi aneka kue bronis itu di atas meja.
"Ya sudah, Bu. Kami ke kelas dulu, ya," ujar oci kemudian.
"Baik, anak-anak. Sepulang sekolah jangan lupa diambil ya kotaknya," kata ibu kantin mengingatkan.
"Sip, Bu!" Oca mengangkat ibu jarinya, tanda OK. Oca dan Oci meninggalkan kantin dan berlari berkerjaran menuju kelasnya sambil tertawa-tawa.
Bel pulang sekolah berdering. Si kembar sedang memasukan buku-buku mereka ke dalam tas ketika Rakhel dan beberapa orang temannya lewat di samping meja mereka.
“Hei, anak tukang bronis, laku nggak nih bronisnya?” ejek Rakhel. Dia tertawa dan teman-teman yang mengikutinya ikut cekikikan. Oca menatap sinis ke arah Rakhel, namun kemudian mengabaikannya dan melanjutkan kegiatan beres-beresnya. Rakhel jadi gemas. “Kok diam aja? Oh, aku tau. Pasti nggak laku, kan? “ katanya lagi dengan nada tinggi sehingga satu kelas mendengarnya.
“Maklum lah, bronis nggak enak ya nggak mungkin laku kalau dijual,” timpal seorang teman yang berdiri di belakang Rakhel. Oca mulai terpancing emosinya. Untunglah Oci dan beberapa teman yang lain membujuk Oca agar bersabar dan tidak menghiraukan celoteh Rakhel dan gengnya. Semua tahu, Rakhel adalah anak orang kaya. Ayahnya adalah penyumbang dana terbesar untuk sekolahnya. Makanya, Rakhel merasa berkuasa di kelas. Rakhel dan gengnya tidak disukai oleh semua teman sekelasnya, termasuk Oca dan Oci.
Selesai membereskan bukunya, Oca menarik tangan Oci agar cepat keluar dari kelas. Oca merasa gusar sekali. Bukan pertama kalinya Rakhel mengejek mereka seperti itu dan Oca merasa bahwa ini sudah keterlaluan, padahal ia selalu cuek dan berpura-pura tidak mendengar ocehan Rakhel. Ibu mereka pernah berpesan agar bersabar ketika menghadapi hal semacam itu.

Keesokan harinya, Oca dan Oci berangkat sekolah seperti biasa. Namun kali ini mereka agak kesiangan. DI perjalanan, mereka melihat sebuah mobil berhenti di pinggir jalan. Itu mobil Rakhel. Oca dan Oci terus bersepeda melewati mobil itu. Oca seolah-olah tidak melihat. Dia masih kesal kepada Rakhel. Tetapi kemudian Oci meminta Rakhel agar berhenti. “Stop dulu, Ca. Kayaknya mobil Rakhel mogok. Dan ini sudah lewat dari jam setengah tujuh.” Oca menurut walaupun ia enggan. Oci turun dari sepedanya dan menghamipri Rakhel.
“Kenapa, Ra? Mobilnya mogok ya?” tanya Oci basa-basi.
“Menurutmu?” jawab Rakhel ketus. Oca ingin sekali mengajak Oci pergi dari tempat itu. Tidak disangka, Oci menjawab dengan halus, “Iya. Kalau begitu, ayo ikut berangkat bersama kami. Kamu boleh naik sepeda dan kami jalan kaki saja.”
Oca kaget mendengar perkataan Oci, tapi akhirnya ia salut juga dengan Oci. Rakhel melirik sepeda butut yang masih dinaiki Oca. Oca tersenyum lalu turun dari sepedanya, menawarkan kepada Rakhel. “Maaf ya, sepeda ini memang nggak bagus, tapi setidaknya kamu nggak terlambat ke sekolah.” Rakhel terperangah melihat sikap si kembar. Mereka tetap baik kepadanya meskipun terus diejek olehnya. Rakhel merasa bersalah atas sikapnya selama ini.
“Nggak usah, kita jalan bareng aja, ya. Masa’ aku naik sepeda, sedangkan kalian jalan kaki. Nggak adil, kan?” katanya tersenyum. Oca dan Oci saling melirik namun akhirnya mengangguk setuju. Mereka berjalan bersama-sama menuju sekolah dan Rakhel meminta maaf kepada si kembar.
“Ini, kuberi kamu kue bronis. Enak lho. Sebagai persahabatan kita, Ra,” ujar Oci. Rakhel berterima kasih dan menerimanya dengan malu-malu. Sejak saat itu sikap Rakhel berubah, menjadi ramah, baik hati, dan manis seperti kue bronis si kembar.

* *

Feb 26, 2013

[FICTION] HAI, NAMAKU KING!



Aku sedang menyalin tugas matematika dari papan tulis ke buku tugasku ketika Bu Ratna, wali kelasku, masuk bersama dengan seorang anak laki-laki. Sepertinya murid baru, pikirku.

"Anak-anak, tolong perhatikan sebentar ya. Mencatatnya dilanjutkan nanti," kata Bu Ratna. Semua siswa di kelas termasuk aku, meletakan pensil di meja dan diam memperhatikan.

"Hari ini kalian akan mempunyai teman baru," ujar Bu Ratna, "Ayo, King, perkenalkan dirimu."

"Hai, Guys. Perkenalkan, namaku King. Kata Dad, dalam Bahasa Indonesia king berarti raja. Aku dari Malaysia." King berbicara dengan lantang dan logat luar negeri-nya masih agak kentara. Aku mengamati King dari ujung kaki sampai ujung kepala. King berbadan tegap, kulitnya seperti madu, mata sipit dan rambut cepak rapi. Namun entah kenapa aku kurang suka dengan gayanya itu.

"Baiklah, King. Sekarang kamu duduk di sana, ya. Di sebelah Kevin," ujar Bu Ratna menunjuk bangku kosong di sebelahku.

Aku terperanjat, "Tapi, Bu, besok kalau Edwin sudah masuk gimana? Ini kan bangku Edwin."
"Besok Edwin duduk di samping Reno, jangan khawatir."

Huh, aku semakin kesal dibuatnya. Edwin kan sahabatku dan dari awal kami memang sudah sepakat untuk satu meja di semester ini. Masa aku harus satu meja dengan orang asing seperti King?
King meletakan ranselnya di atas meja. Ugh, tasnya keren. Pasti mahal. Aku memandingkannya dengan tas ranselku. Beda sedikit saja, gumamku sedikit menghibur diri.

"Hai, siapa namamu. Aku King. Kata Dad , king itu berarti ...."

"Raja," tukasku, "Aku Kevin."

King tetap tersenyum meskipun aku bersikap acuh tak acuh kepadanya. Aku terpaksa balas tersenyum seadanya.
Hari ini dan seterusnya pasti tidak akan menyenangkan lagi, gerutuku dalam hati.

Sepulang sekolah, aku menceritakan hal itu kepada Mama.
“Oh, jadi King sekarang menjadi teman satu meja kamu, Vin? Wah, asyik dong. Dia kan baik,” ujar Mama.

“Lho, Mama tahu dari mana kalau King itu baik? Memangnya Mama kenal sama King? Kevin nggak suka sama dia, Ma. Dia kelihatan sombong.”
Mama meletakan piring terkahir yang sudah selesai dicucinya, lalu menatapku sambil tertawa kecil.

“Iya, dong. King itu kan tetangga baru kita juga, Vin. Masa kamu nggak tahu? Kemarin sore dia berkunjung ke sini, tapi kamu lagi main bola sama Mas Galih.”
Bibirku membentuk huruf O mendengar penjelasan Mama. “Melihat orang jangan dari luarnya saja, Vin. Coba saja kamu berteman dengan King. Jangan bersikap seperti tadi di sekolah. Itu nggak baik, lho,” lanjut Mama. Aku hanya mengangguk saja. Hm, benar juga, tidak ada salahnya berteman dengan King.


Sore harinya, aku bersiap untuk bermain bola bersama teman-teman kompleks perumahan. Masih pukul setengah lima, jadi aku tidak usah terburu-buru ke sana. Aku memakai baju bola kesayanganku. Ada lambang Garuda di bagian dada. Di punggung tercetak tulisan KEVIN dengan angka 11 di bawahnya. Angka  11 itu angka kesukaanku. Kata Mama, angka 1 itu berarti pertama dan nomor satu. Jadi, menurutku kalau 11 itu berarti semakin menjadi nomor satu. Memang sih, terdengar aneh, tapi setidaknya aku mencoba untuk menjadikannya berbeda.

Aku keluar rumah dengan menenteng sepatu bolaku yang berwarna merah. Merah itu tandanya berani. Dan aku suka sekali warna merah. Aku berjalan santai melewati beberapa rumah. Tiba di rumah bercat biru muda, ada seseorang yang memanggilku.

“Kevin! Halo! Mau kemana nih sore-sore begini?” Suara itu seperti pernah kudengar, tapi aku lupa. Aku menoleh ke sumber suara, dan ternyata itu King!
Astaga, anak itu lagi. Aku mendengus kesal namun seketika teringat ucapan Mama tadi siang.
“Oh, hai King. Aku mau ke lapangan, nih. Main bola. Ikut?” sapaku mencoba ramah. King berlari kecil keluar dari gerbang rumahnya. Senyumnya yang khas menghiasi wajahnya.
“Ayo, aku mau ikut. Aku senang sekali bermain football. Tunggu ya, aku ganti pakaian dulu,” ujarnya.
Tak lama kemudian, King muncul dengan baju bolanya. Seperti punyaku, ada lambang Garuda di dadanya. Dia sumringah menyadari bahwa baju kami sama. Kami pun berjalan menuju lapangan.

“Aku menyukai baju bola ini. Aku minta Dad membelikannya untukku ketika kami tiba di Jakarta kemarin,” jelas King. Sepanjang perjalanan, King banyak bercerita tentang kekagumannya pada Indonesia. Lalu tentang keluarga dan sekolahnya yang dulu. Terkadang aku tertawa mendengar cerita King. Ternyata dia sangat lucu dan sama sekali tidak suka menyombongkan diri. 

Sesampainya di lapangan, sudah banyak teman yang menunggu di sana. Aku mengajak King untuk berkenalan dengan teman-temanku.
“Hai, namaku King. Kata Dad, king itu berarti .... “
“Raja!” potongku cepat, lalu tertawa. King ikut tertawa. Aku sudah tidak sebal lagi dengan King. Aku ingat dengan ucapan Mama, “Jangan melihat orang dari luarnya saja.”

* * *

Feb 25, 2013

[FICTION] ULANG TAHUN KYLA



Kyla bolak-balik melihat jam tangan merah jambunya. Sudah hampir pukul dua belas. Pagi tadi ia sudah mengingatkan Mama agar dijemput lebih awal. Sepulang sekolah, Kyla akan langsung mengikuti pagelaran dari klub teater yang ia ikuti. Namun sampai saat ini mobil Mama belum muncul juga di halaman sekolah.
"Aduh, sabar Kyla. Mungkin macet," ujar Kyla menenangkan diri sendiri.

"Hei, Kyl. Kok masih di sini? Satu jam lagi lho," kata Hera, teman sekelas Kyla yang kebetulan ikut klub teater juga.
"Iya, Ra. Mama lama banget nih," jawab Kyla sedih.
"Oke deh, Kyl. Aku duluan ya, sampai ketemu di sana," pamit Hera melambaikan tangan. Kyla balas melambaikan tangan dan mencoba tersenyum.
Sekolah Kyla mulai lengang, seiring matahari yang mulai meninggi. Satu per satu teman Kyla meninggalkan sekolah dan sebagian besar menuju gedung pertunjukan untuk bersiap pentas maupun sekedar menonton teater.
Tak sabar Kyla berjalan keluar gerbang sekolah dan menunggu jemputannya di sana.
Tin! Tin! Suara klakson mobil membuyarkan lamunan Kyla. Itu dia jemputannya! Wajah muram Kyla berubah menjadi sumringah, namun hatinya tetap merasa kesal dan dongkol. Ia takut terlambat ke gedung pertunjukan, apalagi ini kali pertama Kyla tampil sebagai pemeran utama.
Brak! Kyla menutup pintu mobil dengan kasar. Mamanya heran melihat putri bungsunya itu bertingkah tak seperti biasanya.
"Kenapa, Kyl?" tanya Mama lembut.
"Mama kenapa sih, jemput Kyla lama banget? Teater kan dimulai satu jam lagi, Ma. Kyla belum dandan lho. Kyla takut terlambat!" dengus Kyla kesal. Mama hanya tersenyum, "Maaf ya Kyla sayang, Mama yakin ini belum terlambat kok."
Kyla diam saja mendengar ucapan Mama. Sepanjang perlanan, Kyla hanya menjawab singkat tiap kali Mama mengajaknya berbicara.
Hm, Kyla nakal.

Sesampainya di sana, Kyla langsung menuju ruang ganti. Ia berlari meninggalkan Mama yang masih bersiap-siap turun dari mobil. Mama hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan Kyla.
Di ruang ganti, teman-teman Kyla menunggu. Sebagian besar sudah siap dengan kostum dan berdandan sesuai peran masing-masing.
"Ayo, Kyla. Baju kamu ada di lemari biru. Ibu tunggu di sini ya, setelah ganti baju langsung dirias," ujar Bu Rini, pelatih teater Kyla.
"Baik, Bu," jawab Kyla patuh menuruti perintah Bu Rini.
Hampir 30 menit Kyla duduk di depan cermin dan riasan sudah selesai. Cantik, mirip sekali dengan Cinderella. Ya, Kyla memang berperan sebagai putri sepatu kaca itu. Sambil menunggu acara pembukaan, Kyla mematut dirinya di sebuah cermin besar. Ia tersenyum bangga dan merasa percaya diri dengan penampilannya ini.
“Ah, aku Putri Cinderella. Tentu saja, panggil aku Cinderella,” gumam Kyla senang. Kyla memang anak yang hebat, ia berani dan jago akting. Pantas saja Bu Rini memilihnya untuk tampil di pagelaran sekolah sebagai pemeran utama. Tentu saja hal itu tidak membuat Kyla sombong. Ia malah menganggapnya sebagai tantangan seru yang harus ia hadapi. 

Acara pembukaan telah selesai dan seharusnya sekarang musik teater sudah dimainkan. Tetapi, tunggu dulu!
“Baiklah hadirin, sebelum pentas dimulai, mari kita sambut Kyla Astriani yang pada hari ini berulangtahun ke-12 ... !!” Suara tepuk tangan menggema di dalam gedung pertunjukan. Tak lama kemudian terdengar lagu “Selamat Ulang Tahun”. Dari balik panggung, Kyla terheran-heran. Ia tidak percaya dengan apa yang didengarnya, sampai-sampai teman-temannya mendorong-dorong Kyla untuk memasuki panggung. Kyla menyibak tirai panggung dan perlahan ia menuju ke tengah. Oh, mengapa ada Mama di panggung? Kyla semakin heran.
Mama membawa kue tart yang cukup besar, warnyanya biru dan ada hiasan patung Cinderella serta lilin angka 12 di atasnya.
“Selamat ulang tahun, Kyla sayang. Cinderella kepunyaan Mama,” kata Mama sambil mengecup kening Kyla. Kyla senang sekali dengan kejutan dari Mama itu. Dia memeluk Mama dan berujar lirih, “Terima kasih, Ma. Maaf ya Kyla tadi sebel sama Mama. Ternyata Mama bikin kejutan ini buat Kyla. Kyla sayang Mama. Nanti Kyla pasti berpentas sebaik mungkin. Buat Mama.”
Mama tersenyum bahagia dan segera menyuruh Kyla meniup lilin karena lagu “Tiup Lilin” sudah dikumandangkan. Akhirnya Kyla mengerti juga mengapa tadi siang Mama terlambat menjemput Kyla. Dan sejak itu Kyla sudah tidak cepat marah apabila jemputannya datang terlambat.
Copyright © 2014 WELCOME TO MY WORLD !