[FICTION] HAI, NAMAKU KING!
Aku sedang menyalin tugas matematika dari papan tulis ke buku tugasku ketika Bu Ratna, wali kelasku, masuk bersama dengan seorang anak laki-laki. Sepertinya murid baru, pikirku.
"Anak-anak, tolong perhatikan sebentar
ya. Mencatatnya dilanjutkan nanti," kata Bu Ratna. Semua siswa di kelas
termasuk aku, meletakan pensil di meja dan diam memperhatikan.
"Hari ini kalian akan mempunyai teman
baru," ujar Bu Ratna, "Ayo, King, perkenalkan dirimu."
"Hai, Guys. Perkenalkan, namaku King. Kata Dad, dalam Bahasa Indonesia king berarti raja. Aku dari
Malaysia." King berbicara dengan lantang dan logat luar negeri-nya masih
agak kentara. Aku mengamati King dari ujung kaki sampai ujung kepala. King
berbadan tegap, kulitnya seperti madu, mata sipit dan rambut cepak rapi. Namun
entah kenapa aku kurang suka dengan gayanya itu.
"Baiklah, King. Sekarang kamu duduk di
sana, ya. Di sebelah Kevin," ujar Bu Ratna menunjuk bangku kosong di
sebelahku.
Aku terperanjat, "Tapi, Bu, besok kalau
Edwin sudah masuk gimana? Ini kan bangku Edwin."
"Besok Edwin duduk di samping Reno,
jangan khawatir."
Huh, aku semakin kesal dibuatnya. Edwin kan
sahabatku dan dari awal kami memang sudah sepakat untuk satu meja di semester
ini. Masa aku harus satu meja dengan orang asing seperti King?
King meletakan ranselnya di atas meja. Ugh,
tasnya keren. Pasti mahal. Aku memandingkannya dengan tas ranselku. Beda
sedikit saja, gumamku sedikit menghibur diri.
"Hai, siapa namamu. Aku King. Kata Dad , king itu berarti ...."
"Raja," tukasku, "Aku
Kevin."
King tetap tersenyum meskipun aku bersikap
acuh tak acuh kepadanya. Aku terpaksa balas tersenyum seadanya.
Hari ini dan seterusnya pasti tidak akan
menyenangkan lagi, gerutuku dalam hati.
Sepulang sekolah, aku menceritakan hal itu
kepada Mama.
“Oh, jadi King sekarang menjadi teman satu
meja kamu, Vin? Wah, asyik dong. Dia kan baik,” ujar Mama.
“Lho, Mama tahu dari mana kalau King itu
baik? Memangnya Mama kenal sama King? Kevin nggak suka sama dia, Ma. Dia
kelihatan sombong.”
Mama meletakan piring terkahir yang sudah
selesai dicucinya, lalu menatapku sambil tertawa kecil.
“Iya, dong. King itu kan tetangga baru kita
juga, Vin. Masa kamu nggak tahu? Kemarin sore dia berkunjung ke sini, tapi kamu
lagi main bola sama Mas Galih.”
Bibirku membentuk huruf O mendengar penjelasan Mama. “Melihat orang jangan dari luarnya saja, Vin. Coba saja kamu berteman dengan King. Jangan bersikap seperti tadi di sekolah. Itu nggak baik, lho,” lanjut Mama. Aku hanya mengangguk saja. Hm, benar juga, tidak ada salahnya berteman dengan King.
Bibirku membentuk huruf O mendengar penjelasan Mama. “Melihat orang jangan dari luarnya saja, Vin. Coba saja kamu berteman dengan King. Jangan bersikap seperti tadi di sekolah. Itu nggak baik, lho,” lanjut Mama. Aku hanya mengangguk saja. Hm, benar juga, tidak ada salahnya berteman dengan King.
Sore harinya, aku bersiap untuk bermain bola
bersama teman-teman kompleks perumahan. Masih pukul setengah lima, jadi aku
tidak usah terburu-buru ke sana. Aku memakai baju bola kesayanganku. Ada
lambang Garuda di bagian dada. Di punggung tercetak tulisan KEVIN dengan angka
11 di bawahnya. Angka 11 itu angka
kesukaanku. Kata Mama, angka 1 itu berarti pertama dan nomor satu. Jadi,
menurutku kalau 11 itu berarti semakin menjadi nomor satu. Memang sih, terdengar
aneh, tapi setidaknya aku mencoba untuk menjadikannya berbeda.
Aku keluar rumah dengan menenteng sepatu
bolaku yang berwarna merah. Merah itu tandanya berani. Dan aku suka sekali
warna merah. Aku berjalan santai melewati beberapa rumah. Tiba di rumah bercat
biru muda, ada seseorang yang memanggilku.
“Kevin! Halo! Mau kemana nih sore-sore
begini?” Suara itu seperti pernah kudengar, tapi aku lupa. Aku menoleh ke
sumber suara, dan ternyata itu King!
Astaga, anak itu lagi. Aku mendengus kesal
namun seketika teringat ucapan Mama tadi siang.
“Oh, hai King. Aku mau ke lapangan, nih. Main
bola. Ikut?” sapaku mencoba ramah. King berlari kecil keluar dari gerbang
rumahnya. Senyumnya yang khas menghiasi wajahnya.
“Ayo, aku mau ikut. Aku senang sekali bermain
football. Tunggu ya, aku ganti pakaian dulu,” ujarnya.
Tak lama kemudian, King muncul dengan baju
bolanya. Seperti punyaku, ada lambang Garuda di dadanya. Dia sumringah
menyadari bahwa baju kami sama. Kami pun berjalan menuju lapangan.
“Aku menyukai baju bola ini. Aku minta Dad
membelikannya untukku ketika kami tiba di Jakarta kemarin,” jelas King. Sepanjang
perjalanan, King banyak bercerita tentang kekagumannya pada Indonesia. Lalu
tentang keluarga dan sekolahnya yang dulu. Terkadang aku tertawa mendengar
cerita King. Ternyata dia sangat lucu dan sama sekali tidak suka menyombongkan
diri.
Sesampainya di lapangan, sudah banyak teman
yang menunggu di sana. Aku mengajak King untuk berkenalan dengan teman-temanku.
“Hai, namaku King. Kata Dad, king itu berarti
.... “
“Raja!” potongku cepat, lalu tertawa. King
ikut tertawa. Aku sudah tidak sebal lagi dengan King. Aku ingat dengan ucapan
Mama, “Jangan melihat orang dari luarnya saja.”
* * *
wuih indra arep dadi penulis kie ceritane
ReplyDeleted rilis ndra bukune ;)) ngko aku tek dadi tim promosi rapapa :D
kunjungi www.enfonesia.com
iya ahahaha tapi sejenis majalah bobo ya gelem :D
Delete